KataBijak Tentang Kehidupan Yang Sederhana 5 March 2022. Kata Mutiara Untuk Qurban 5 March 2022; Puisi Aku Untukmu 5 March 2022; Kata Kata Mutiara Motivasi Pendidikan 5 March 2022; Kata Bijak Senja Di Sore Hari 5 March 2022; Kata Bijak Perjalanan Waktu 5 March 2022; Home / Kata Keren 1 / Puisi Terkenal Taufik Ismail. TaufiqIsmail Mendidik Lewat Puisi. Slamet Samsoerizal. Sastra | Sunday, 15 May 2022, 07:37 WIB. 69 tahun sudah, Taufiq Ismail istikamah dalam berpuisi. Ia menulis puisi secara masif. Tidak hanya dipublikasikan pada media massa cetak, namun elektronik, juga menitipkannya melalui lagu. Penulis bersama Penyair Taufiq Ismail 2018 di TIM (foto:dokpri) kepengaranganpuisi karya Taufik Ismail. Oleh karena itu, rumusan penelitian ini menitikberatkan pada kajian tentang òBagaimanakah representasi nilai religi dan kepengarangan puisi-puisi karya Taufik Ismail? ó Penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena data penelitian berupa teks atau kata-kata. Ratna (2010:47), menyatakan jenis Fast Money. Puisi Pendidikan Karya Taufik Ismail - Here's Puisi Pendidikan Karya Taufik Ismail collected from all over the world, in one place. The data about Puisi Pendidikan Karya Taufik Ismail turns out to be....puisi pendidikan karya taufik ismail, riset, puisi, pendidikan, karya, taufik, ismail LIST OF CONTENT Opening Something Relevant Conclusion Recommended Posts of Puisi Pendidikan Karya Taufik Ismail ➡️ These are the results of people's searches on the internet, maybe it matches what you need Conclusion From Puisi Pendidikan Karya Taufik Ismail Puisi Pendidikan Karya Taufik Ismail - A collection of text Puisi Pendidikan Karya Taufik Ismail from the internet giant network on planet earth, can be seen here. We hope you find what you are looking for. Hopefully can help. Thanks. See the Next Post MELACAK JEJAK PEMIKIRAN TAUFIQ ISMAIL IHWAL PENDIDIKAN LEWAT PUISI-PUISINYA Mustadi Hamzah1* 1 * Corresponding Author Abstract Taufiq Ismail adalah puisi. Puisi identik dengan Taufiq Ismail. Lima puluh tujuh tahun 57 tahun sudah, ia berkiprah di bidang puisi. Dialah pemikir yang pemikirannya dapat dilacak jejaknya di bidang sastra, terutama puisi. Dia pula yang menjalani tiga zaman, Orde Lama, Orde Baru, hinggaOrde Reformasi dengan mencatat momen-momen penting dalam puisi-puisinya. Pada masa Orde Lama, ia berjuang lewat puisi-puisi yang terkumpul dalam Tirani dan Benteng 1966. Pada masa Orde Baru ia banyak melontarkan banyak hal mulai dari mengingatkan orang untuk selalu ingat kepada Sang Khalik hingga mengajak orang agar tidak melakukan korupsi. Taufiq Ismail bekerja sama dengan pemusik seperti Bimbo, Godbless, dan Chrisye sehingga siapa pun dapat menikmati celoteh dan pemikirannya melalui lagu-lagu yang digarap apik oleh parapemusik tersebut. Kumpulan puisinya, Malu Aku Jadi Orang Indonesia menandai betapa Taufiq memang penyair yang juga dapat dijadikan sebagai guru bangsa. Pemikirannya di bidang pendidikan dalam arti luas, dituangkannya melalui puisi-puisinya yang begitu liris, ironis, kunci Taufik Ismail, Puisi, References Dar, S. Samsoerizal. 1989. Taufiq Ismail Bertinju Lewat Puisi dimuat dalam Harian Terbit. Dewan Kesenian Jakarta. 1984. Dua Puluh Sastrawan Bicara. Jakarta Sinar Harapan. Hoerip, Satyagraha editor. 1984. Cerpen Indonesia 3. Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Horsion edisi Mei 2000, September 2000, Agustus 2004, Oktober 2004. Ismail, Taufiq. 1998. Malu Aku Jadi Orang Indonesia Seratus Puisi Taufiq Ismail. Jakarta Yayasan Ananda. Luxemburg, Jan Val, Mieke Bal, Willem G. Weststeijn. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta Gramedia. Moeljanto, DS dan Taufiq Ismail. 1995. Prahara Budaya Kilas-Balik Ofensif Lekra/PKI dkk. Bandung Mizan dan Republika. Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cuktural Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta Jalasutra. Rosidi, Ajip. 1965. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung Bina Cipta. Toda, Dami N. dan Pamusuk Nasution. 1984. Sajak-sajak Goenawan Mohamad dan Sajak-sajak Taufik Ismail. Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. WM, Abdul Hadi. 2004. Heurmenetika, Estetika, dan religiusitas Esai-esai Sastra Sufistik dan Seni Rupa. Yogyakarta Matahari. DOI Article Metrics Metrics powered by PLOS ALM Refbacks There are currently no refbacks. Copyright c 2021 Mustadi Hamzah This work is licensed under a Creative Commons Attribution International License. PublisherLembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Indraprasta PGRI Address Jl. Nangka No. 58 C TB. Simatupang, Kel. Tanjung Barat, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan 12530, Jakarta, Indonesia. Phone +62 021 7818718 – 78835283 Close in sunday and public holidays in IndonesiaWork Hours AM – PMBest hours to visit From 9 am to 11 am or after 3 pm. The busiest times are between 11 am and 3 pm. Deiksis is licensed under a Creative Commons Attribution International License. Slamet Samsoerizal Sastra Sunday, 15 May 2022, 0737 WIB 69 tahun sudah, Taufiq Ismail istikamah dalam berpuisi. Ia menulis puisi secara masif. Tidak hanya dipublikasikan pada media massa cetak, namun elektronik, juga menitipkannya melalui lagu. Penulis bersama Penyair Taufiq Ismail 2018 di TIM fotodokpri Sumbangan Taufiq Ismail dalam berpuisi sesuai dengan semangatnya menulis karena ibadah kepada sang Khalik. Ia selalu meniatkan agar puisi-pusinya punya unsur didik. Ia memublikasikan puisi-puisinya melalui jalur media massa baik cetak maupun elektronik untuk mewujudkan keinginannya sebagaimana dilontarkan dalam puisi “Aku Ingin Menulis Puisi yang” Melalui media massa cetak, puisi-puisinya ditemukanmelalui rubrik puisi dan surat pembaca pada surat kabar dan majalah. Selainitu, puisi yang dipublikasikan itu pun dibukukan dalam bentuk antologi baikatas nama sendiri maupun kumpulan bersama beberapa penyair. Jalur konvensional ini merupakan langkah kebanyakan penyair di negeri mana pun di dunia ini. Akan tetapi, dalam berbagai kasus banyak antologi diterbitkan, sayang keberadaanya diabaikan. Khusus antologi-antologi puisi Taufiq Ismail, keberadaannya mendapat animo yang menggembirakan. Indikator yang dapat dijadikan sebagai titik tolak adanya keterlibatan puisi-puisi Taufiq Ismail yang sering dikutip baik pada buku-buku pelajaran bahasa Indonesia atau materi perkuliahan, pun banyak analisis dan kajian atas puisi-puisinya baik tingkat pelajar tingkat menengah maupun disertasi tingkat doktoral. Rujukan Filsafat Puisinya yang berkisah tentang Fariduddin Attar dijadikan rujukan untuk membahas sebuah materi metafisika untuk kuliah filsafat oleh Jujun Suriasumantri dalam buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer 1984. Juga saat Amien Rais mendapat pengukuhan gelar Profesor dari Universitas Gajah Mada pada 1999, mengutip puisi “Takut ’66, Takut ’98” sebagai acuan uraian teoritis tentang bahaya ”kuasa” dan ”tunakuasa” sekaligus menunjukkan perubahan politik di negeri ini yang menunjukkan bahwa tunakuasa powerlesness mulai mendialogkan kuasanya powerness. Nilai didik yang dapat ditangkap melalui puisi yang bicara rasa takut ini agar dihayati benar oleh para wakil rakyat dan pejabat negara, terutama ”takut” kepada rakyat, selain takut kepada azab Allah SWT. Melalui media massa elektronik, puisi-puisinya meluncur melalui pembacaan baik yang dilakukan Taufiq sendiri maupun melalui orang lain. Begitu seringnya Taufiq diundang untuk membacakan puisi-puisinya di dalam negeri dan di luar negeri. Media yang mengundang pun beragam. Taufiq Ismail di Rumahnya saat diwawanacara Republika foto Ada kalanya dalam sebuah seminar tentang politik, ia diminta membacakan puisinya. Undangan juga mengalir dari radio maupun televisi. Frekuensi yang demikian tentu menguntungkan puisi-puisinya banyak dikenal orang di dalam maupun luar negeri. Apalagi puisi-puisinya juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Rusia, dan bahasa China. Terobosan Taufiq dalam penyebarluasan puisi-puisinya ternyata tidak hanya sebatas itu. Kita mencatat sejak 1973, puisi-puisi seperti “Oda pada Van Gogh”, “Dengan Puisi Aku”, “Kasidah Rindu Kami Padamu”, “Adakah Suara Cemara”, “Aisyah Adinda Kita”, “Sajadah Panjang”, “Ada anak Bertanya pada Bapaknya” dan “Jual Beli” adalah comtoh beberapa puisi Taufiq Ismail yang dijadikan sebagai lirik lagu-lagu Bimbo. Kita pun mencatat, jauh sebelum bekerja sama dengan Bimbo puisi “Panggung Sandiwara” Taufiq Ismail digubah oleh Ian Antono dari kelompok musik Godbless dan dilantunkan oleh Achmad Albar begitu populer di telinga penikmat musik Indonesia. Khusus mengenai lagu-lagu bertema religius yang dinyanyikan Bimbo seperti “Tuhan”, “Sajadah Panjang”, “Aisyah Adinda Kita”, “Ada anak Bertanya pada Bapaknya” begitu merajai telinga penikmat musik, terutama saat bulan Ramadan tiba –sehingga tidak mengherankan jika ada yang menyebut bahwa setiap Ramadan adalah bulan lagu-lagu Bimbo. Kita pun dapat beranalogi, menyebut sukses Bimbo berarti menyebut sukses Taufiq Ismail sebagai penulis lirik yang andal. Ia ternyata juga merambah kerja sama dengan almarhum Chrisye untuk penulisan lirik Ketika Tangan dan Kaki Bicara. Unsur Didik Unsur didik sangat terasa pada semua lirik yang berasal dari puisi-puisi garapan Taufiq Ismail. Secara representatif, puisi berjudul “Tuhan” dan “Sajadah Panjang” sangat kental nilai religinya. Berikut dikutipkan isi puisi “Sajadah Panjang” yang dilantunkan secara apik oleh Sam Bimbo danAriel Noah. Ada sajadah panjang terbentang Dari kaki buaian Sampai ke tepi kuburan hamba Kuburan hamba bila mati Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan sujud Di atas sajadah yang panjang ini Diselingi sekedar interupsi Mencari rezeki, mencari ilmu Mengukur jalanan seharian Begitu terdengar suara azan Kembali tersungkur hamba Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan rukuk Hamba sujud dan tak lepas kening hamba Mengingat Dikau Sepenuhnya Taufiq Ismail bercita-cita menjadi sasterawan sejak SMP dan mengental ketika SMA– menyadari kewajiban yang diembannya. Berkaitan dengan pendidikan, ia ikut membidani lahirnya Majalah Sastra Horison. Sebuah majalah yang secara taat asas melaksanakan tugasnya sebagai majalah sastra sejak awal pendiriannya, 1966 yakni mencatat puisi, cerpen, esai, menyemai bibit-bibit sastrawan baru, menumbuhkembangkannya, sehingga terjadi dialektika secara dinamis baik sebagai sebuah sosok maupun karya dengan konsekuensinya. Hal ini tentu sangat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di sekolah-sekolah, mengingat Horison adalah satu-satunya majalah sastra di negeri ini! dan kini sudah tidak terbit lagi. Empat Proyek Melalui Horison pula, Taufiq Ismail mengemas empat proyek besar atas keprihatinannya terhadap kondisi pendidikan bangsa ini. Taufiq Ismail mengemas melalui program penerbitan sisipan “Kaki Langit” majalah Horison sejak November 1996 dan masuk ke SMU, MA Madrasah Aliyah, SMK Sekolah Menengah Kejuruan dan Pesantren. Itu yang pertama. Sebagai suplemen, “Kaki Langit” menampilkan karya sastra puisi, cerpen, danesai para siswa dari seluruh Nusantara. Bapak dan Ibu guru bahasa Indonesia tidak ketinggalan dilibatkan pula, melalui rubrik ”Pengalaman Guru”. Ulasan puisi dan cerpen karya siswa juga disajikan sebagai bentuk kritik terhadap karya para siswa. Setiap terbit, “Kaki Langit” memperkenalkan sosok sastrawan –mulai dari biografi, karyanya hingga proses kreatifnya. Kedua, menyadari bahwa perubahan harus dimulai dari guru, Taufiq Ismail melalui Yayasan Indonesia penerbit Majalah Horison melobi Bappenas dan Departemen Pendidikan Nasional dan sejak Februari 1999 meluncurkan program MMAS Membaca, Mengarang, dan Apresiasi Sastra untuk guru bahasa dan sastra Indonesia. Hingga tahun 2000, telah dilatih 11 angkatan DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat. Itu mencakup 660 guru. Setelah itu, Riau, Jambi Sumatera Utara, Lampung, dan pada tahun 2001 MMAS melanglang ke Kalimantan dan Indonesia Bagian Timur. Ketiga, dalam rentang masa yang sama, 43 sastrawan bergerak masuk ke 30 SMU, MA, SMK, dan Pesantren di 20 kota 3 provinsi bertemu dan berdiskusi dengan siswa. Kegiatan ini merupakan proyek ketiga yang digarapnya di bawah bendera SBSB Sastrawan Bicara Siswa Bertanya. Pada 2004, SBSB telah merampungkan hajatnya di 26 provinsi, 133 kota, 205 siswa, dihadiri sekitar siswa dan guru, didatangi sekitar 90 sastrawan. Keempat, pada tingkat perguruan tinggi, Taufiq Ismail menggarap proyek keempatnya yakni SBMM Sastrawan Bicara, Mahasiswa Bertanya. Melalui SBMM Taufiq Ismail mendatangkan 12 sastrawan selama dua semester ke dua kampus Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia dan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta untuk berdiskusi dengan mahasiswa. Mahasiswa itu diwajibkan membaca buku karya sastrawan tersebut, sebelum hadir dalam diskusi. Kegiatan SBSM dan SBMM ini dibiayai oleh Ford Foundation. Apa yang menarik? Kegiatan SBSM ternyata menerbitkan optimisme bagi Taufiq Ismail secara pribadi maupun lembaga yang dipimpinnya. SBSM yang berfokus pada apresiasi tingkat SMU, Madrasah Aliyah, dan Sekolah Menengah Kejuruan ternyata mendapat respon yang luar biasa. Para siswa tidak saja langsung dapat bertatap muka dan menyimak proses kreatif para sastrawan. Pengenalan langsung seperti ini tentu lebih efektif dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Sebagai tindak lanjut SBSM Horison pun memberikan wadah berupa rubrik sisipan “Kaki Langit”. Lagi-lagi optimisme kembali bangkit manakala redaksi Horison kewalahan menampung karya-karya siswa di seluruh tanah air. Dalam Seminar sehari yang digelar Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia DKI Jakarta, pada 30 September 2000 Taufiq Ismail melontarkan kritik pedasnya. “Masyarakat Indonesia itu sudah mengidap penyakit rabun membaca dan lumpuh menulis. Akibatnya, kedua penyakit itu menimbulkan budaya kekerasan yang akhirnya mempengaruhi juga sisi-sisi kehidupan kaum mudanya.” Lontaran ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan amatannya, kuantitas oplah buku-buku sastra yang terbit sejak awal revolusi, Taufiq Ismail menyayangkan rendahnya minat masyarakat, terutama minat membaca karya sastra. Apabila melihat jumlah majalah sastra, ternyata yang terbit di Indonesia cuma satu buah, yakni Horison. Menurutnya, keadaan ini sangat luar biasa minimnya. Apalagi jika Taufiq Ismail membandingkannya dengan jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai lebih dari 200 juta jiwa. Di Mesir, dengan jumlah penduduk sekitar 50 juta jiwa, penduduknya mampu menerbitkan majalah sastra sebanyak 12 buah. Taufiq Ismail pun melontarkan, semestinya kita memiliki 48 buah majalah sastra. Catatan lain yang dikemukakan dalam seminar tersebut adalah novel “Atheis” karya Achdiat Kartamihardja yang pertama terbit 1949 dan beroplah 3. 000 eksemplar, hingga tahun 2000 jumlah eksemplarnya tidak berubah. Sebuah ironi, memang! Munculnya budaya kekerasan di Indonesia akhir-akhir ini salah satunya disebabkan oleh tidak dikembangkannya nilai-nilai luhur dalam sistem budaya. Nilai kejujuran, ketertiban, tanggung jawab, pengendalian, kebersaman, keimanan, yang seharusnya berproses dalam pendidikan di sekolah, rumah, dan masyarakat –kemudian dicontohkan oleh pendidik, orang tua, dan pemuka masyarakat, serta dibaca dalam karya-karya sastra—ternyata tidak berlangsung seperti yang diharapkan. taufiqismail unsurdidik berpuisi Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Sastra

puisi taufik ismail tentang pendidikan